Jumat, 03 Januari 2014

PERANAN PENYULUHAN KEHUTANAN DALAM PEMBANGUNAN KEHUTANAN DI INDONESIA


Mengingat bahwa penyuluhan merupakan kegiatan pendidikan non formal dan bahwa pendidikan merupakan proses yang diharapkan membawa kepada perubahan perilaku yang diinginkan, karenanya diperlukan beragam cara untuk menciptakan situasi belajar yang baik. Cara-cara menciptakan situasi belajar tersebut secara populer disebut dengan metode penyuluhan. Metode-metode penyuluhan ini merupakan pendekatan dasar untuk melakukan pendekatan, mendorong dan mempengaruhi anggota masyarakat petani untuk belajar (Leagans 1960; Dahama dan Bhatnagar 1980).

Pemberdayaan masyarakat sebenarnya sangat erat hubungannya dengan empowerwnent. Pendekatan pemberdayaan masyarakat titik beratnya adalah penekanan pada pentingnya masyarakat lokal yang mandiri sebagai suatu sistem yang mengorganisir diri mereka sendiri. Pendekatan pemberdayaan masyarakat yang demikian diharapkan dapat memberi peranan kepada individu, bukan sebagai objek, tetapi justru sebagai subjek pelaku pembangunan yang ikut menentukan masa depan dan kehidupan masyarakat secara umum.
Pada masa pembangunan seperti sekarang ini, pandangan, perhatian dan pemeliharaan terhadap para masyarakat di pedesaan sudah semestinya diperhatikan. Kenyataannya kehidupan para masyarakat di pedesaan tingkat kesejahteraannya masih rendah. Mereka buta akan pendidikan, teknologi, sehingga produksi yang mereka lakukan kurang maksimal. masyarakat di desa sangat menginginkan perubahan. Para masyarakat di desa tidak dapat melakukan perubahan karena terbentur pada keadaan mereka sendiri, mereka kurang menguasai ilmu-ilmu yang dapat memajukan kesejahteraan mereka. 

Pada masa pembangunan seperti sekarang ini, pemerintah sangat memperhatikan pendidikan bagi mereka. Pendidikan yang cocok bagi mereka adalah pendidikan non formal yang praktis, mudah diterapkan dalam usaha-usaha produksi produk kehutanan. Untuk menumbuhkan kemandirian dan kepercayaan masyarakat akan kemampuan mereka yang selama ini kurang berdaya diperlukan adanya seorang pekerja masyarakat. Seorang pekerja masyarakat ini bisa disebut juga sebagai penyuluh.

Peranan penyuluhan dalam pemberdayaan masyarakat, yaitu:
1) menyadarkan masyarakat atas peluang yang ada untuk merencanakan hingga menikmati hasil  pembangunan,
2) memberikan kemampuan masyarakat untuk menentukan program pembangunan,
3) memberi kemampuan masyarakat dalam mengontrol masa depannya sendiri, dan
4) memberi kemampuan dalam menguasai lingkungan sosialnya.
Menurut Tonny (2003), peran seorang pekerja pengembangan masyarakat dapat dikategorikan ke dalam empat peran, yaitu :
(1) peran fasilitator (Facilitative Roles),
(2) peran pendidik (Educational Roles),
(3) peran utusan atau wakil (Representasional Roles),
(4) peran teknikal (Technical Roles).

Peranan fasilitator yang dilakukan oleh pekerja pengembangan masyarakat antara lain sebagai orang yang mampu membantu masyarakat agar masyarakat mau berpartisipasi dalam kegiatan kehutanan, orang yang mampu mendengar dan memahami aspirasi masyarakat, mampu memberikan dukungan, mampu memberikan fasilitas kepada masyarakat.

Seorang penyuluh juga harus mampu dalam memberikan pendidikan kepada masyarakat tani. Memberikan proses belajar yang terus menerus agar menumbuhkan kesadara. Penyuluh juga memberikan informasi, dan memberikan pelatihan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Fungsi lain adalah untuk mengembangkan masyarakat, penyuluhan berperan sebagai utusan atau wakil yang berkaitan dengan interaksi pekerja pengembangan masyarakat melalui penggunaan media, hubungan masyarakat, jaringan antara pekerja pengembangan masyarakat dan pekerja yang relevan, dan berbagi pengalaman dan pengetahuan baik secara formal maupun informal antara pekerja pengembangan masyarakat dan antara masyarakat.

Fungsi penyuluhan lainnya adalah menjembatani kesenjangan antara praktek yang biasa dijalankan oleh para petani dengan pengetahuan dan teknologi yang selalu berkembang menjadi kebutuhan masyarakat tersebut. Fungsi penyuluhan dapat dianggap sebagai penyampai dan penyesuaian program nasional dan regional agar dapat diikuti dan dilaksanakan oleh masyarakat, sehingga program-program masyarakat kehutanan yang disusun dengan itikad baik akan berhasil dan mendapat partisipasi masyarakat

Fungsi penyuluhan yang terakhir adalah fungsi pemberian pendidikan dan bimbingan yang berkelanjutan, yang artinya penyuluhan tidak akan berhenti begitu saja ketika mengetahui bahwa masyarakat di tempat mereka berikan pendidikan, ternyata telah dapat melakukan perubahan. Namun, penyuluh tetap membantu mereka ke arah yang lebih baik lagi.

KEDUDUKAN PENYULUHAN KEHUTANAN DALAM KAITANNYA DENGAN PEMBANGUNAN

Pengertian Pembangunan Kehutanan


1.   Pembangunan adalah suatu proses kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah dengan memperoleh dukungan partisipasi seluruh warga masyarakatnya (Rahim, 1976).
      Dalam hubungan, perlu diperhatikan agar:
      Pertama, setiap warga masyarakat harus “diberitahu” supaya mereka mengetahui rencana pembangunan yang telah ditetapkan oleh pemerintahnya, serta mengetahui cara-cara yang dipilih oleh pemerintah untuk melaksanakan pembangunan yang direncanakan
      Kedua, setiap warga masyarakat harus menyiapkan diri untuk partisipasi di dalam proses pembangunan sesuai dengan kedudukan dan kemampuannya masing-masing.
 Ketiga, untuk memperoleh dukungan dan partisipasi masyarakat, setiap perencanaan pembangunan harus memperhatikan kebutuhan-kebutuhan masyarakat dan mau mendengar suara-suara yang disampaikan oleh warga masyarakatnya.
2.   Pembangunan adalah merupakan proses penerapan atau penggunaan teknologi yang terpilih. Karena itu di dalam proses pembangunan, harus dikembangkan suatu jalinan dan komunikasi yang akrab antara peneliti, penyuluh dan masyarakat penggunanya (Prabowo,1978), terutama yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan: penemuan, penelitian, pengujian dan penyebarluasan serta pelayanan dan bimbingan dalam penerapan teknologi yang akan dianjurkan dan harus dilaksanakan oleh seluruh warga masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan.
      Satu hal yang tidak kalah pentingnya adalah: jalinan dan komunikasi yang akrab antara sesama peneliti sesama penyuluh, dan sesama warga masyarakat untuk memantau dan memberikan umpan balik terhadap setiap kegiatan yang berkaitan dengan penerapan teknologi yang dihasilkan
3.   Pembangunan adalah proses pemecahan masalah, baik masalah yang dihadapi oleh setiap aparat dalam setiap jenjang birokrasi, dikalangan peneliti dan penyuluh, maupun masalah-masalah yang dihadapi oleh warga masyarakat (Lionberger dan Gwin, 1982).
    
     Penyuluhan Dalam Pembangunan 
     
     Kegiatan penyuluhan kehutanan sangat diperlukan sebagai faktor pelancar pembangunan kehutanan.Lebih dari itu, dengan mengutip pendapat Hadisapoetro (1970) dalam Mardikanto (2010) yang menyatakan bahwa pelaksana-utama pembangunan kehutanan pada dasarnya adalah petani-kecil yang merupakan golongan ekonomi lemah. Mardikanto (1993) dalam Mardikanto (2010) justru menilai kegiatan penyuluhan sebagai faktor-kunci keberhasilan pembangunan kehutanan, karena penyuluhan selalu hadir sebagai pemicu sekaligus pemacu pembangunan kehutanan. Di samping itu, terkait dengan peran penyuluhan sebagai proses pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kapasitas individu, entitas dan jejaring (USAID, 1995), Mardikanto (1998) dalam Mardikanto (2010) mengemukakan beragam peran/tugas penyuluhan dalam satu kata yaitu edfikasi, yang merupakan akronim dari: edukasi, diseminasi informasi/inovasi, fasilitasi, konsultasi, supervisi, pemantauan dan evaluasi.


ADOPSI DAN DIFUSI INOVASI DALAM PENYULUHAN KEHUTANAN


Kegiatan upaya pembangunan dalam kehutanan yang disampaikan melalui kegiatan penyuluhan, ditujukan untuk tercapainya perubahan-perubahan pada perilaku masyarakatnya mencakup aspek baik ekonomi, social budaya, ideology, politik maupun keamanan, untuk itu pembangunan yang diberikan haruslah dapat mendorong terjadinya perubahan yang memiliki sifat pembaharuan, yang sering disebut “Inovasi”. Secara singkat inovasi berarti ide, gagasan, praktek baru. Sehingga secara keseluruhan dapat diartikan Sesuati ide, produk, informasi teknologi, kelembagaan, perilaku, nilai-nilai, dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima, dan digunakan oleh sebagian besar warga masyarakat dalam suatu lokasi tertentu, yang dapat mendorong terjadinya perubahan – perubahan di segala aspek kehidupan masyarakat (Mardikanto, 1988)”.
Adopsi, dalam penyuluhan kehutanan pada hakekatnya dapat diartikan sebagai proses penerima inovasi atau perubahan perilaku yang baik berupa pengetahuan (Cognitive), sikap (affective), maupun ketrampilan (psychomotoric) pada diri sesorang setelah menerima “inovasi” yang disampaiakan penyuluh oleh masyarakat sasarannya. Adopsi dalam pembahasan ini menerima sesuatu yang “baru” yang ditawarkan dan diupayakan oleh pihak lain atau penyuluh. 

Tahapan-tahapan Adopsi:
Pada dasarnya, proses adopsi pasti melalui tahapan sebelum masyarakat menerima atau menerapkan dengan keyakinannya sendiri. Tahapan dari Adopsi yaitu :
1.      Awwareness, atau kesadaran, yaitu penerima mulai sadar mengenai adanya inovasi yang ditawarkn oleh penyuluh.
2.      Interest, atau tumbuhnya minat atau keinginannya untuk bertanya, mengetahui lebih jauh tentang inovasi yang ditawarkan.
3.      Evaluation, atau penilaian terhadap baik atau buruk mengenai manfaat inovasi yang telah diketahui informasinya secara lebih lengkap.
4.      Trial, atau mencoba dalam skala kecil untuk lebih meyakinkan penilaiannya, sebalum menerapkan untuk skala yang lebih luas lagi.
5.      Adoption, yaitu menerima atau menerapkan dengan keyakinan berdasarkan penilaian dan uji coba yang telah diamatinya sendiri.

Dalam praktek penyuluhan kehutanan, penilaian tingkat adopsi inovasi bisa dilakukan dengan menggunakan tolok ukur tingkat mutu intensifikasi, yaitu dengan membandingkan “rekomendasi” yang ditetapkan dengan jumlah dan kualitas penerapan yang dilakukan dilapangan.
Sejalan dengan semakin berkembangnya penerapan ilmu penyuluhan pembangunan di Indonesia, studi-studi tentang adopsi inovasi kian menarik untuk terus dikaji, semakin pentingnya kajian tentang adopsi inovasi tersebut antara lain disebabkan karena, sejak dimulainya “Revolusi Hijau” pada dasawarsa 1960-an di  Indonesia, pembangunan kehutanan lebih memusatkan perhatiannya kepada peningkatan mutu intensifikasi yang diupayakan melalui penerapan inovasi, baik yang berupa inovasi-teknis (mulai pancausaha, saaptausaha, sampai sepuluh jurus teknologi) maupun inovasi social. Tergantung pada proses perubahan perilaku yang diupayakan, proses pencapaian tahapan adopsi dapat berlangsung secara cepat maupun lambat. Ditinjau dari pemantaban perubahan perilaku yang terjadi, adopsi yang berlangsung melalui proses bujukan atau pendidikan biasanya lebih sulit berubah lagi. Sedang adopsi yang terjadi melalui pemaksaan, biasanya lebih cepat berubah kembali, segera setelah unsur kegiatan pemaksaan tersebut tidak dilanutkan lagi.  Dari hal tersebut dapat diperoleh informasi bahwa kecepatan adopsi dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu :
1)      Sifat – sifat atau karakteristik inovasi
2)      Sifat atau karakteristik calon pengguna
3)      Pengambilan keputusaan adopsi
4)      Saluran atau media yang digunakan
5)      Kualifikasi penyuluh
Proses adopsi inovasi juga dapat didekati dengan pemahaman bahwa proses adopsi inovasi itu sendiri merupakan proses yang diupyakan secara sadar demi tercapainya tujuan pembangunan kehutanan. Sebagai suatu proses, pembanguna kehutanan merupakan interaksi dari banyak pihak secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan upaya peningkatan produktivitas usahatani dan peningkatan pendapatan serta perbaikan mutu hidup, melalui penerapan teknologi yang terpilih (Mardikanto, 1988). Selaras dengan hal itu, maka kajian terhadap faktor – faktor penentu adopsi inovasi dapat dilakukan melalui tiga pendekatan sekaligus meliputi: pendekatan komunikasi, psiko-sosial, dan sistem agribisnis.
Proses adopsi inovasi ditentukan oleh kualitas penyuluh yang mencakup: kualitas penyuluh, sifat-sifat inovasinya, saluran komunikasi yang digunakan, dan ciri-ciri dari sasaran yang meliputi: status social-ekonomi, dan persepsinya terhadap aparat pelaksana kegiatan penyuluhan maupun program – program pembangunan pada umumnya.

Difusi Inovasi Dalam Penyuluhan Kehutanan:
Proses Difusi Inovasi adalah pembesaran adopsi inovasi dari satu individu yang telah mengadopsi ke individu lain dalam sistem social masyarakat sasaran yang sama. Seperti yang telah dikemukakan, kecepatan adopsi dan difusi juga tergantung kepada aktivitas yang dilakukan oleh penyuluhnya sendiri.
Sehubungan dengan hal itu, percakapan tentang kekuatan-kekuatan yang mendorong penyuluhan dan percakapan tentang peran penyuluh, setiap penyuluh diharapkan dapat mempercepat proses adopsi dan difusi inovasi, melalui :
1.      Melakukan diagnose terhadap masalah masyarakatnya, serta kebutuhan-kebutuhan nyata (real need) yang belum dirasakan masyarakatnya.
2.      Adanya kebutuhan baru yang mendorong masyarakat untuk siap melakukan perubahan-perubahan sedemikian rupa sehingga dengan kesadarannya sendiri mereka termotivasi untuk melakukan perubhan-perubahan.
3.      Menjalin hubungan erat dengan masyarakat sasaran, membuat mereka yakin bahwa mereka mampu memecahkan masalahnya serta mewujudkan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan yang baru.
4.      Mendukung dan membantu masyarakat sasaran, agar keinginannya dapat menjadi nyata untuk melakukan perubahan.
5.      Memantabkan hubungan dengan masyarakat sasaran, pada akhirnya melepaskan mereka untuk berswakarsa dan berswadaya melakukan perubahan tanpa harus selalu menggantungkan bantuan guna melakukan perubahan yang dapat mereka laksanakan sendiri.
Berkaitan dengan proses adopsi dan difusi inovasi, perlu dicermati tentang peran kelompok perintis dan pelopor serta pemuka-pendapat (opinion leader). Disamping itu, kelompok pemuka-pendapat yang sering dinilai memegang peran penting dalam proses “Komunikasi dua tahap” ternyata juga tidak selalu dapat dijadikan panutan atau acuan masyarakatnya. Hal itu disebabkan karena seringkali mereka hanya menyalurkan pendapatnya atau inovasinya yang lebih menguntungkan statusnya sebagai “Pemuka” masyarakatnya.sedangkan inovasi yang berupa ide-ide yang akan “membahayakan” kedudukan atau bisnisnya tidak akan disampaikan kepada masyarakatnya.